Konflik Kepemilikan Lahan di Blok Cijengkol Desa Mulyasari Masih Berlanjut, Cellica Harus Turun Tangan

Karawang,bacaklik.co.id – Konflik terkait kepemilikan lahan di petak seluas 9,3 hektar di Blok Cijengkol Desa Mulyasari, Kecamatan Ciampel, Karawang, antara warga (Ara Cs) dan Perum Perhutani, masih berlanjut.

Meskipun sudah melewati proses uji kasasi dan upaya peninjauan kembali di Mahkamah Agung (MA), konflik ini belum menemui titik terang.

Ara dan warga lainnya mengklaim lahan tersebut sebagai milik turun temurun sebelum tahun 1960-an, sementara Perhutani mengklaim lahan tersebut sebagai kawasan hutan negara.

Yayat Sudrajat, Kepala Sub Seksi Hukum Kehumasan Tenurial Agraria (KSS HKTA) Perum Perhutani KPH Purwakarta, Jawa Barat, menjelaskan bahwa lahan yang menjadi sumber konflik adalah hasil tukar menukar antara Perhutani dan seorang bernama Abdul Rojak pada tahun 1970-an. Rojak, yang sebelumnya telah membabat hutan negara, membeli lahan milik orang tua Ara dan menjadikannya sebagai pengganti kawasan hutan.

Sekarang, lahan tersebut menjadi pusat perselisihan antara Ara Cs dan Perhutani.
Namun, saat diminta untuk menunjukkan dokumen tukar menukar dengan Abdul Rojak, Yayat mengungkapkan bahwa dokumen tersebut tidak berada di Kantor Perhutani KPH Purwakarta, melainkan di Kantor Perum Perhutani Divisi Regional (Divre) Jawa Barat & Banten di Bandung.

Di sisi lain, kuasa hukum warga (Ara, Aceng Lesmana, Adang, dan Dadang Suherman),Advokat senior, H.Elyasa Budiyanto, menegaskan bahwa lahan (Blok Cijengkol / Petak 25) adalah milik rakyat berdasarkan riwayat tanah, penguasaan sporadik, salinan girik, serta SK desa dan camat. Ia mengkritik Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) di beberapa desa di Kecamatan Ciampel yang merusak sendi sendi kepemilikan masyarakat dan tanah.

Elyasa meminta Bupati Karawang, Cellica Nurrachadiana, untuk mengatasi masalah ini dengan memanggil lurah/kepala desa, Perhutani, DPMD, dan instansi terkait lainnya untuk membawa buku induk masing masing guna memastikan kejelasan kepemilikan lahan.

Konflik ini belum menemui solusi, dan masing-masing pihak tetap mengajukan argumen dan bukti mereka dalam proses persidangan.

“Bupati yang dipilih rakyat, harus hadir membantu rakyatnya menyelesaikan persoalan ini, karena kami menduga ada ambivalency Kepala desa Mulyasari berpijak di dua kaki, disatu sisi Kepala desa Mulyasari mengatakan lahan tersebut milik masyarakat desa, di sisi lain Kepala desa Mulyasari dengan mengatas namakan LMDH turut hadir saat Perhutani melakukan eksekusi swasta pemasangan plang diatas lahan warga, maka berdasarkan hal itu, Bupati selaku pimpinan tertinggi di Karawang sekali kali turun dong bantu masyarakatnya, jangan diam berpangku tangan,” ujar Elyasa, pada Kamis (10/08/23). (Red)